“Muslim
Is Not a Terrorist” (Muslim Bukanlah Teroris)
Judul Buku : Bulan
Terbelah di Langit Amerika
Penulis :
Hanum Salsabila Rais dan Rangga Almahendra
Penerbit : PT.
Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit :Cetakan ketujuh, Januari 2015
Tebal :
344 Halaman
Resensator : Zainal Arifin
“Bulan Terbelah di Langit Amerika”, sebagian besar pembaca mungkin akan
penasaran dengan isinya. Pembaca akan dibuat bertanya-tanya “Apa sih maksud
judul bulan terbelah di langit Amerika ini?”. Mungkin ada pembaca yang mulai
berandai-andai “Apa benar ada bulan yang terbelah di langit Amerika?”. Mungkin
pula juga ada yang mengira bahwa buku ini berisi cerita traveling penulis
selama di Amerika, lalu menyaksikan bukti nyata di suatu laboratorium astronomi
universitas tertentu atau bahkan laboratorium milik NASA bahwa bulan memang
pernah terbelah. Rupanya penulis, Hanum Salsabila Rais dan Ranga Almahendra
sengaja membuat penasaran para pembaca novel ini. Pembaca dituntut untuk
melahap habis seluruh isinya agar kita sebagai pembaca bisa paham dan
memperoleh jawaban mengapa judul bukunya seperti itu. Semuanya akan terungkap
jelas ketika kita membaca bagian akhirnya.
Novel yang satu ini bisa dikatakan novel religius kontemporer
bertemakan sejarah Islam, seperti novel best seller Hanum Salsabela Rais
dan Rangga Almahendra sebelumnya mengangkat tema sejenis yaitu 99 Cahaya di
Langit Eropa. Novel “Bulan Terbelah di Langit Amerika” merupakan kelanjutan
kisah petualangan Hanum dan Rangga selama hidup di negeri orang. Sebelum novel
ini terbit, penulis telah menulis dua buku best seller yaitu “99 Cahaya di
Langit Eropa” dan “Berjalan di Atas Cahaya”. Berbeda dengan dua buku
pendahulunya yang didasarkan pada cerita nyata, novel “Bulan Terbelah di Langit
Amerika” merupakan perpaduan antara berbagai dimensi genre buku yaitu drama,
fakta sejarah dan ilmiah, traveling, spiritual, serta fiksi. Pembaca tak akan
bosan membaca fakta sejarah dan ilmiah karena disajikan secara apik dalam novel
ini.
Novel ini diceritakan berlatar belakang atas tragedi 11 September
2001, ketika gedung tertinggi di Amerika Serikat saat itu, World Trade
Center (WTC) satu dan dua runtuh ditabrak oleh American Airlines Flight 11
yang dibajak. Meskipun sudah lama berlalu, peristiwa Black Tuesday masih
terekam dalam ingatan kita. Amerika dan Islam, bak dua kutub yang tolak menolak.
Islam menjadi pesakitan, julukan teroris kemudian melekat bagi setiap
penganutnya. Dunia seakan mengidap Islamophobia berjamaah. Penyakit itu menular
dari satu negara ke negara lain. Dunia begitu sensitif dengan segala hal yang
berbau Islam. Islam divonis sebagai pihak yang bertanggung jawab atas segala
bentuk terorisme yang terjadi di muka bumi. Muncul pertanyaan, “Apakah dunia
akan lebih baik tanpa Islam?”. Pertanyaan itu lah yang akan terkupas tuntas di
bagian cerita dari novel ini.
Berawal dari penugasan dari seorang bos, Gertrud Robinson. Hanum
sebagai wartawan diperintahkan untuk menulis artikel di sebuah surat kabar
Austria, yang bernama “Heute ist Wunderbar”, Today Is Wonderful,
Hari Ini Luar Biasa. Hanum ditantang untuk menulis artikel berjudul “Would the
world be better without Islam? Apakah dunia akan lebih baik tanpa Islam?”. Bagi
Hanum, itu adalah sebuah tugas besar dimana ia harus berkata “tidak” pada
pertanyaan itu. Ia harus membuktikan bahwa dunia dan islam adalah dua hal yang
tak terpisahkan. Bagi Gertrud Robinson, Hanum adalah orang yang tepat untuk
menjelaskannya, sebab ia muslim. Ketimbang wartawan lain, yang hampir saja
tugas itu diamanahkan kepada Jacob, seorang non muslim yang pastinya akan
berkata “ya” pada pertanyaan tersebut.
Hanum dan Rangga akhirnya terbang ke Amerika secara bersama-sama,
namun mereka memiliki misi yang berbeda. Jika Hanum bertugas untuk
menyelesaikan tugas kewartawanannya, lain halnya dengan Rangga. Rangga
bertandang ke Amerika untuk mengikuti konferensi ilmiah. Misi yang berbeda dari
keduanya yang ternyata pada akhirnya mempertemukan mereka pada Philipus Brown,
seorang pengusaha dan penderma yang juga merupakan korban black Tuesday. Semuanya
terkuak ketika Philipus Brown bercerita tentang kisah di balik tragedi naas
itu. Semuanya terungkap bahwa Amerika dan islam adalah dua hal yang tak
terpisahkan.
Buku ini tak hanya inspiratif, namun buku ini juga menyuguhkan
sejarah mengenai hubungan Islam dan Amerika. Bercerita tentang suku Melungeon,
Thomas Jefferson dan Al-Qur’an, dan potongan surat An-Nisa yang tertulis di
salah satu pintu gerbang fakultas Hukum Harvard USA. Selain itu, novel ini juga
mengungkapkan fakta bahwa Christophorus Colombus sebenarnya bukan penemu benua
Amerika. Tertulis bahwa jauh sebelumnya, berkisar 300 tahun sebelum Colombus
datang ke Amerika, benua ini telah dihuni oleh orang Indian, orang-orang yang
bertubuh tegap berbalut jubah, berhidung mancung, dan berkulit merah. Pembaca
akan terkejut pula ketika mengetahui bahwa dalam jurnal pelayarannya Colombus,
ia melihat adanya kubah masjid yang indah di Selat Gibarata. Hal ini
membuktikan bahwa Islam hadir di Amerika jauh sebelum Colombus datang.
Dalam sebagian isi novel ini ada sedikit kekurangan, yaitu banyaknya
istilah dalam bahasa asing yang kurang dijelaskan secara lebih rinci. Namun dari
kekurangan itu Hanum Salsabiela menyuguhkan kisah perjalanan sebagai agen
muslim yang baik ke Amerika. Membacanya seperti menghadirkan layar film di
hadapan pembaca. Kisah para korban tragedi Black Tuesday memang sangat
mengharukan. Akan tetapi beberapa tingkah Hanum dan Rangga, sebagai suami
istri, yang kocak melengkapi kisah ini dengan sempurna. Sehingga kita tidak
hanya terharu, tapi juga tersenyum saat membaca novel ini.
Selain itu, dituturkan secara apik oleh sang penulis yang mampu
membuat pembaca ikut larut ke dalam kisah di dalamnya. Sebuah buku tentang
kisah perjalanan yang sarat akan makna dan membuat pembaca semakin mencintai
Islam. Novel ini tak hanya cocok buat pembaca muslim saja, melainkan juga cocok
buat seluruh masyarakat dunia agar paham bahwa “muslim is not a terrorist”,
muslim bukan lah teroris. Pembaca akan paham bahwa dunia dan islam adalah dua
hal yang tak terpisahkan. Dunia tanpa islam adalah dunia tanpa kedamaian.
0 komentar:
Posting Komentar