Oleh: Muhammad Fakhrur Riza
“Berikan aku 1000 orang tua
niscaya akan kucabut Gunung Semeru
dari akarnya. Tapi berikan aku 10 orang pemuda niscaya akan ku guncangkan
dunia” - Soekarno
Rantai perubahan disertai jatuh bangunnya bangsa ini tidak lepas
dari peran pemuda atau lebih tepatnya mahasiswa. Mereka mengawal dan sebagai garda terdepan
bangsa ini dari kolonialis maupun tangan besi penguasa. Pergerakan mahasiswa
menjadi salah satu penentu dalam setiap arah bangsa ini.
Mahasiswa merupakan salah satu
elemen penting dalam setiap episode panjang perjalanan bangsa ini. Hal ini
tentu saja sangat beralasan mengingat bagaimana pentingnya peran mahasiswa yang
selalu menjadi aktor perubahan dalam setiap momen-momen bersejarah di
Indonesia. Sejarah telah banyak mencatat, mulai dari munculnya Kebangkitan
Nasional hingga Tragedi 1998, mahasiswa selalu menjadi garda terdepan. Beberapa
tahun belakangan ini telah banyak tercatat bahwa sudah beberapa kali mahasiswa
menancapkan taji intelektualnya secara aplikatif
dalam memajukan peradaban bangsa ini dari masa penjajahan Belanda, Masa
Penjajahan Jepang, Masa Pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI), Masa Orde
Lama, Hingga Masa orde baru, peran mahasiswa tidak pernah absen dalam catatan
peristiwa penting tersebut.
Mahasiswa
juga mempunyai kemampuan inteligensi yang mendukung akan setiap gerakan. Peran
mahasiswa dalam mengkaji setiap kebijakan, membuat suatu formula atau konsep
pembaharuan, dan sebagai penyambung lidah rakyat. Mengkaji setiap kebijakan
yang sesuai dan bermanfaat bagi kehidupan sosial maupun sebagai langkah
strategis menuju masyarakat sosialisme Indonesia.
Kurang Peka
Terhadap Realita Sosial
Namun pada kenyataannya, dewasa ini mahasiswa telah
mengalami pergeseran nilai. Mahasiswa seakan sudah tidak peduli lagi akan nasib
rakyat (dalam artian kepekaan mahasiswa kurang). Seperti yang terjadi pada
kasus pembangunan pabrik semen di Kendeng Rembang yang baru-baru ini berlalu.
Mahasiswa baru terbangun dari lelapnya setelah melihat masyarakat turun ke
jalan memperjuangkan nasibnya yang sudah berlangsung selama setengah tahun. Disinilah
letak tumpulnya kepekaan mahasiswa yang masih perlu diasah.
Berbagai alasan pun bermunculan pada realita
mahasiswa sekarang. Dengan alasan fokus kuliah, tuntutan dari dosen untuk
menyelesaikan kuliah secara cepat, nilai akademik dan juga anggapan mahasiswa
yang turun ke jalan memperjuangkan nasib rakyat adalah hanya dampak negatif yang
didapat, seperti membuat kemacetan dan sikap anarkis. Faktor inilah yang ada
pada benak mereka, yang kemudian menjadi alasan untuk pasif/apatis akan realita
sosial.
Menumbuhkan Sikap Dasar Mahasiswa
Berdasarkan
realita yang terjadi sekarang, maka begitu pentingnya menumbuhkan kembali
sikap-sikap seorang mahasiswa yang dikatakan
sebagai agent of change, social control and iron stock.
Pertama, sebagai agent of change (agen
perubahan), mahasiswa bertindak bukan ibarat
pahlawan yang datang ke sebuah negri lalu dengan gagahnya sang pahlawan
mengusir penjahat-penjahat yang merajalela dan dengan gagah pula sang pahlawan
pergi dari daerah tersebut diiringi tepuk tangan penduduk setempat. Akan
tetapi, kesadaran bahwa kita harus menjadi agen perubahan merupakan langkah
awal yang kemudian harus dibarengi dengan pemahaman bagaimana cara melakukan
perubahan munuju arah yang lebih baik.
Kedua,
Sebagai aktor social control (pengawal sosial), mahasiswa dapat berperan
sebagai elemen pengawal segala jenis kebijakan pemerintah yang menyangkut hajat
hidup orang banyak, mahasiswa juga dapat menjadi aktor penting dalam mendorong
dan memaksa pemerintah dalam mewujudkan good government (pemerintahan
yang baik) dalam sistem pemerintahan. Peran aktif mahasiswa sebagai pengawal
dan pendorong good government ini dilakukan dalam rangka menciptakan
kesejahteraan yang merata bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia.
Kemudian
yang terakhir, mahasiswa sebagai iron stock berarti mahasiswa seorang
calon pemimpin bangsa masa depan, menggantikan generasi yang telah ada dan
melanjutkan tongkat estafet pembangunan dan perubahan. Untuk menjadi iron
stock, tidak cukup mahasiswa hanya memupuk diri dengan ilmu spesifik saja.
Perlu adanya soft skill (kemampuan atau bakat) lain yang harus dimiliki
mahasiswa seperti kepemimpinan, kemampuan memposisiskan diri, interaksi lintas
generasi dan sensitivitas yang tinggi.
Dengan fungsi-fungsi
tersebut, tentu saja tidak dapat dipungkiri bagaimana peran besar yang diemban
mahasiswa untuk mewujudkan perubahan bangsa. Ide dan pemikiran cerdas seorang
mahasiswa mampu merubah paradigma yang berkembang dalam suatu kelompok dan
menjadikannya terarah sesuai kepentingan bersama. Sikap kritis mahasiswa
membuat sebuah perubahan besar dan membuat para pemimpin yang tidak berkompeten
menjadi gerah dan cemas. Kemudian satu hal yang menjadi kebanggaan mahasiswa
ialah semangat membara untuk melakukan sebuah perubahan. Sehingga pada akhirnya
semangat pergerakan mahasiswa kembali tumbuh demi membela kaum marginal.
*pernah dipublikasikan di buletin kosmopolit Lembaga Kajian dan Penerbitan (LKaP) PMII Rayon Abdurrahman Wahid Komisariat Walisongo Semarang pada saat MAPABA 2015
Oleh: Muhammad
Fakhrur Riza
Film Sepakbola
yang menggambarkan sportifitas akan membentuk pesepak bola negeri yang sportif
dan berpengaruh dalam prestasi bangsa.
Sepakbola
merupakan olahraga yang sudah tak asing lagi di telinga kita. Sebuah cabang
olahraga yang sudah mendunia ini sekarang tak hanya sebagai hobi belaka, akan
tetapi lebih dari itu. Sepak bola telah menjadi sebuah pekerjaan, bahkan bisnis
yang memiliki omset tinggi. Contohnya seperti di benua biru (Eropa),
sepak bola menjadi bisnis para milyader di penjuru dunia. Tak jarang dari
mereka rela menggelontorkan uang milyaran bahkan triliyunan demi mendatangkan
para mega bintang rumput hijau.
Olahraga telah
menjadi bisnis, semua orang tertuju pada olahraga ini yaitu sepakbola.
Disinilah mulainya kreatifitas bermunculan dengan hadirnya film dan kartun
bertemakan sepakbola. Seperti Shaolin Soccer (Film China), Goal (Film
Barat), Captain Tsubasa (Kartun jepang),
dan tak ketinggalan pula di Indonesia juga ada yaitu Garuda di dadaku dan
Tendangan Si Madun.
Dari sebagian film
dan kartun yang sudah disebut, disini saya akan membahas tentang nilai
moral yang terkandung antara kartun
Tsubasa dan film Tendangan Si Madun. Boleh dikatakan inilah asalah satu alasan
Indonesia masih kalah dengan jepang dalam hal sepakbola di lingkup zona
Asia. Mengapa demikian?
Kartun Captain
Tsubasa dengan aktor utama Ozora Tsubasa yang sejak kecil telah dilatih oleh
Roberto honggo telah menjelma menjadi sebuah bintang besar dunia. Dalam kartun
tersebut Tsubasa dilatih supaya mencintai sepakbola bahkan sampai menjadikan
bola sebagai teman. Hal ini menjadikan Tsubasa menjadi giat berlatih, disiplin,
memiliki semangat yang luar biasa demi bisa ikut piala dunia, dan tentunya
dengan gaya bermain Tsubasa yang selalu sportif. Pastilah ini akan memotivasi
anak-anak di jepang supaya ingin menjadi pesepakbola sepertinya.
Lain halnya di
Indonesia, bukan bermaksud menjelek-jelekan karya anak bangsa. Akan tetapi
dalam realita yang saya saksikan dengan mata saya sendiri. Dalam film Tendangan
Si Madun malah lebih menonjolkan sepakbola dengan gaya pencak silat. Mungkin
saja maksud dari pembuat film menonjolkan pencak silat yaitu supaya silat dapat
dikampanyekan serta menjadi budaya yang tak akan hilang.
Namun disisi
lain, hal ini justru malah membentuk karakter pesepak bola Indonesia menjadi
kurang dari harapan. Film Tendangan Si Madun yang mayoritas ditonton oleh
anak-anak ini tentu menjadi dampak buruk. Pesepak bola usia dini bisa jadi
menirukan gaya silat dalam sepakbola mereka, yang kemudian menjadikan tak ada
sportifitas. Inilah yang juga terjadi pada persepakbolaan di Indonesia. Tawuran
antar seporter, antar pemain, dan pemukulan wasit sudah menjadi hal lumprah
sekarang ini. Prestasi persepakbolaan di Indonesia pun jadi kian memburuk.
Setelah kita
ketahui begitu berpengaruhnya dampak sebuah tontonan yang awalnya hanya sekedar
hiburan. Tetapi malah menjadi hal yang sakral dalam pembentukan karakter anak,
terutama dalam hal ini pesepakbola. Menbuat film dengan kualitas bagus memang
perlu, akan tetapi tetap mengutamakan nilai moral yang terkandung serta
dampaknya pada para penikmatnya. Sehingga film di Indonesia bisa lebih baik, utamanya
film yang bertemakan sepakbola mampu menginpirasi seperti dalam kartun Captain
Tsubasa yang menjadikan inspirasi bagi anak jepang dengan realita prestasi
jepang telah raih.
Langganan:
Postingan (Atom)