Oleh: Muhammad Fakhrur Riza
Gerbang
awal masuk dunia perkuliahanku kala itu telah dibuka. Sebagai mahasiswa baru memang
lagi semangat-semangatnya, termasuk aku. Banyak sekali Unit Kegiatan Mahasiswa
(UKM) aku ikuti. Diantaranya, Edukasi, Tarbiayah Sport Club (TSC), Bimbingan Ilmu
Tilawaih Al-Qur’an BITA, dan UKM
Universitas Nafilah. Namun, dari sekian banyak UKM yang aku ikuti hanya “Edukasi”
lah yang membuatku nyaman, dan sampai saat ini Edukasi pula satu-satunya UKM
yang masih eksis aku ikuti.
“Edukasi”,
mendengar kata ini pada awal-awal masuk kuliah aku langsung berfikir bahwa
disinilah tempat yang paling tepat untuk meraih cita-citaku selama ini. Tempat
dimana aku dapat menempa dan menimba ilmu dalam hal tulis menulis, serta yang
paling utama tentunya mampu membangun gejolak menulisku yang belum begitu
merasuk di sanubari. Walaupun sebelum masuk ditempat ini aku sempat bergelut di
dunia jurnalistik sekolah maupun pondok. Namun, pada kenyataannya, waktu
seleksi pertama masuk aku begitu menyadari bahwa kemampuanku tak seberapa. Bahkan,
dari penguji pun menilai buruk hasil tulisanku. Mulai dari sinilah tekadku
terbangun untuk menjadi penulis yang lebih baik.
Selain
aku mampu menempa dalam hal menulis, di Edukasi ini juga banyak sekali kajian
intelektual yang dapat aku ikuiti. Melalui diskusi-diskusi secara formal maupun
non-formal dengan sekedar ngobrol membahas isu terkini di kantor Edukasi, ataupun
dengan baca buku serta koran-koran yang tersedia disitu. Memang hal itu semua
masih sulit bagiku yang memang belum menjadi kebiasaan. Akan tetapi, dengan
lingkungan seperti ini setidaknya akan mampu merubah kebiasaanku itu.
Tak Semudah
yang ku bayangkan
Untuk
masuk di Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Edukasi ini, ternyata tak semudah yang aku
bayangkan, inilah yang menjadi pembeda dari UKM-UKM lainnya. Jika kita masuk
UKM lain hanya dengan ikut orientasi awal saja sudah resmi menjadi anggota, di
Edukasi harus melewati banyak sekali jenjang untuk bisa menjadi kru.
Pada
jenjang awal, aku harus melewati tes interview, itupun banyak sekali
pos-pos ujian bagi calon kru magannya yang diantaranya tes kajian sastra,
kajian pendidikan, kajian keislaman, reportase, desain grafis atau layout,
sampai tes psikologi. Begitu banyak memang, tapi hal ini tidak membuatku putus
semangat.
Pada
jenjang selanjutnya ada syarat yang harus di ikuti oleh para calon kru magang
Edukasi yaitu Pelatihan Dasar Jurnalistik (PJD). Dalam pelatihan ini tidak
hanya teori-teori saja, namun ada praktiknya. Kala itu para calon kru magang
disuruh membuat Koran bayangan hanya dalam waktu sehari saja, itupun dengan
selingan materi-materi PJD. Jadi, otomatis aku dan kawan-kawan lain hanya mampu
memaksimalkan penulisan dalam waktu beberapa jam saja seusai materi-materi
selesai.
Ada
kisah menarik di PJD kala itu, aku masih ingat betul. Pada saat itu aku satu
kelompok bersama mas Kafiluddin (selaku pimred Koran bayangan), Kamal (layout),
Lu’luil, Wirda, Faizah, dan Amri. Kisah menarik ini dimulai ketika penulisan,
di saat deadline tulisan sudah mepet timbul masalah yang tidak terduga sebelumnya
yaitu laptop lu’luil kala itu ngebleng dan tulisannya pun hanya disimpan
disitu. Sontak si lu’luil pun kebingungan sampai ia meneteskan air mata
(sungguh tragis… hehe. Tapi sekarang dia jadi reporter handal di newsletter :) )
Setelah
PJD usai terlewati, inilah momen yang dimana kita kawan kru magang 2014 akan
dilantik serta praktik terjun langsung di dunia jurnalistik yaitu di Workshop
Jurnalistik 2014 tepatnya di Palagan Ambarawa. Kisah-kisah pun semakin menarik
dalam perjuangan kita menjadi bagian dari Edukasi tercinta ini. Bertempat di
Masjid Agung Palagan Ambarawa kisah ku dan para kawan-kawan seperjuanganku
dimulai. Pada workshop kala itu, kami diberi tugas untuk membuat majalah
bayangan secara manual yaitu dengan tulisan tangan. Aku mendapatkan job untuk
membuat Kolom saat itu. Namun, aku juga ingin ikut hunting langsung untuk bisa
melihat keadaan di Ambarawa. Kemudian aku putuskan untuk menemani Rizal yang
melakukan hunting untuk mengisi rubrik Laporan Khusus, tepatnya meliput
di Gua Maria.
Pagi-pagi
aku bergegas mempersiapkan diri. Bekal makan pun aku bawa karena memang aku tak
biasa makan terlalu pagi. Namun, hal tak terduga terjadi sesampai ku di Gua
Maria. Aku yang berniat mengisi perut kosongku dengan makan disana akhirnya
buyar nafsu makanku, setelah aku meliha anjing yang tepat di hadapanku dengan
air liurnya yang menetes (bagiku itu sangat menjijikkan). Kemudian hal itupun
membuatku tak nafsu makan selama sehari penuh disana.
Singkat
cerita, inilah saat perjuangan penulisan dimulai yaitu kejar deadline majalah
bayangan. Aku yang memang belum pernah menulis kolom kala itu sangat kesulitan.
Berulangkali aku mengedit ke mbak Nayiroh, ada kalau sampai tiga kali edit tapi
belum jadi juga. Lalu pada akhirnya tepat jam 09.00 WIB ada hal yang sangat
membuatku akan putus asa untuk kembali menulis. Disaat deadline yang
mepet, sudah editing berulangkali, malahan ketika tulisanku dilihat mbak Ulfa,
aku disuruh mengganti secara total tulisanku, bagaimana aku tidak putus asa.
Namun, berkat motivasi dari kakak-kakak pembimbingku kala itu, akupun kembali
bersemangat menulis lagi. Itulah mengapa aku menganggap untuk masuk edukasi
bukan perkara mudah dan juga menulis. Tetapi, disinilah aku sadar mengapa aku
harus terus belajar.
Cinta Edukasi,
Cinta Menulis dan berkarya
Setelah
masuk dan resmi menjadi kru magang Edukasi, masa berproses ku pun dimulai
sampai saat ini kurang lebih sudah berjalan satu setengah tahun aku berada
dalam lingkungan yang sudah kuanggap sebagai keluargaku. Disini aku mulai
menempa kemampuan menulisku setelah aku masuk sebagai kru online di bagian
wacana. Walaupun terkadang lika-liku semangat menulisku luntur, tetapi inilah
bagian dari proses tersebut. Selain itu sedikit-sedikit aku juga belajar desain
grafis dengan menggunakan CorelDraw, dengan sekedar melihat dan
mempelajari secara mandiri dari kakak-kakakku mas Fahmi (PU Edukasi) dan mas
Aam yang memang sudah ahli pada bidang ini. Jadi, seperti yang ku katakana di
awal tadi bahwa dengan lingkungan seperti ini tentu akan ada perubahan yang
mampu aku dapat.
Dari
apa yang sudah ku dapatkan hingga saat ini, harapanku disini masih ada banyak
hal yang akan mampu aku dapatkan. Terimaksih kepada Edukasi-ku, kau telah
mengajarkanku bahwa menulis itu menyenangkan. Menjadi sebuah karya adalah
kebanggaan, walau melewati beberapa rintangan yaitu kemalasan. Namun, hal itu
tak membuatku patah arang untuk terus belajar menulis menjadikannya sebuah
kecintaan dan terus berkarya. Sekali lagi terimakasih Edukasi-ku, aku bangga
menjadi bagian dalam dirimu. :)