Rabu, 25 Februari 2015 0 komentar

Menyemai Sikap Integritas


Menyemai Sikap Integritas
Oleh: Muhammad FakhrurRiza

            Korupsi sekarang ini memang sudah menjadi hal lumrah di Indonesia. Mulai dari pemerintah pusat sampai kepemerintah daerah pun ikut terlibat. Selain itu,tindakan polisi yang menerima uang suap dari para pengemu dipelanggar lalulintas juga bisa dikatakan tindakan korupsi. Hal demikian terjadi akibat kurang puasnya para pegawai dengan gaji yang sudah diberikan oleh pemerintah dan ketidak jujuran dari semua pihak yang terlibat. Sehingga menjadi pemicu dalam melakukan tindakan korupsi.
            Menurut saya tindakan korupsi bisa dicegah dengan cara membiasakan diri untuk jujur yang kita tanamkan sejak dini. Di ranah mahasiswa, misalnya membiasakan diri untuk tidak mencontek. Karena mencontek merupakan cermin ketidakjujuran. Imbasnya nanti akan menjadi kebiasaan kita sampai dewasa yang akhirnya menjerumuskan pada tindakan korupsi dalam skala besar. Budaya mencontek yang dianggap hal lumrah inilah langkah awal yang harus diminimalisir dan mulai menanamkan nilai-nilai kejujuran pada diri.
            Contoh lain, upaya membiasakan diri untuk tidak melakukan tindak plagiat dalam membuat tugas makalah dan skripsi adalah wujud nyata menyemai nilai-nilai kejujuran dalam diri. Hasil makalah dan skripsi yang jujur tanpa plagiat tentunya akan menimbulkan dampak positif dalam membentuk pribadi yang berintegritas. Oleh karenanya, penanaman kejujuran menjadi sangat penting demi terwujudnya generasi penerus bangsa yang berintegritas.
0 komentar

Teks Narasi "Ambarawa Penuh Kenangan"




Ambarawa Penuh Kenangan
Oleh: Muhammad Fakhrur Riza
           
            Hari jum’at 21 November 2014, aku meluncur ke kampus 2 IAIN Walisongo Semarang dengan penuh semangat, karena aku akan menjalani serangkaian praktek nyata dalam hal jurnalistik. Tepatnya di Ambarawa tempatku dalam berlatih dan mengasah kemampuan. Kota yang akan menyimpan kisah bagiku dan  kawan-kawanku para calon Crew Magang LPM Edukasi.
            Bus mini membawa kita meluncur ke ambarawa sekitar jam 2 siang, yang awalnya di rencanakan berangkat jam 1 siang. Akan tetapi karena ada beberapa yang telat berkumpul menjadikan jadwalnya agak molor.
            Dalam perjalanan tak begitu terasa sudah sampai di tempat tujuan. Di sana kita menginap di Masjid Agung Palagan Ambarawa. Kami pun turun dari bus mini dan bergegas menuju ke tempat yang telah di sediakan. Sebelum acara pembukaan di mulai, kami melakukan sholat ashar terlebih dahulu.
            Setelah menunaikan kewajiban, barulah kita berduyun-duyun menuju ke tempat yang sudah tersedia untuk acara pembukaan itu. Pada acara itu di buka oleh dua pemuka di Masjid Agung Palagan Ambarawa. Disitu beliau menyampaikan tentang apa saja yang terdapat di kota Amabarawa ini. Semua itu di kenalkan kepada kita, supaya nantinya dalam hunting tahu tempat-tempat mana saja yang bisa dituju.
            Pada malam harinya setelah acara pembukaan selesai. Mulailah serangkaian acara yang sudah terjadwal kita jalani. Mulai dari pembentukan Tim Redaksi yang pada waktu itu mas adil menjadi pimrednya, sampai pembentukan nama dan tema yang akan di bahas di majalah bayangan, karena kelompok sudah terbagi sebelumnya.
            Di kelompokku memberikan nama majalah bayangannya dengan nama “KELANA” sesuai dengan usulanku. Akan tetapi semua itu tak langsung di terima begitu saja. Ada sebagian yang kurang setuju dengan usulanku ini. Tapi setelah diadakan foting, akhirnya nama KELANA lah yang terpilih.
            Setelah semuanya telah selesai, dan tugas-tugas pun sudah terbagi rata. Pagi harinya kami langsung bergegas hunting ke tempat tujuan kita masing-masing. Disitu aku kebagian tugas membuat laporan khusus dan kolom.
            Dalam membuat laporan khusus aku dapat bagian bersama dengan rizal. Kami berdua menentukan pilihan untuk meliput tentang Gua Maria Kerep Ambarawa. Dalam sudut pandang laporan itu kita membahasnya lebih ke wisata religiusnya.
            Aku dan Rizal berangkat lebih dahulu ke Gua Maria. Karena yang lain kebagian untuk meliput tentang Museum kereta api Ambarawa terkecuali kami berdua. Perjalanan menuju ke Gua Maria pun kita mulai dengan berjalan kaki sekitar hampir 1 km dari Masjid Agung yang kami tempati.
            Sesampai di tempat kita berdua langsung menuju ke kantor di Gua Maria itu. Disitu kita mewanwancarai bapak Septiarso selaku bagian kesekretariatan. Beliau menjelaskan tentang apa saja yang ada di Gua Maria Kerep Ambarawa. Selain itu ada beliau juga menjelaskan tentang pribadatan orang katolik juga. Akan tetapi dalam wawancara ada yang kurang aku senangi, karena dalam perkataan beliau ada yang meremehkan tentan agama islam. Seperti pertanyaan beliau kepada kami berdua : “ apakah kalian selalu menunaikan sholat 5 waktu?”. Kami menjawabnya “iya pak”. Terus beliau berkata lagi : “kadang-kadang?” katanya sambil tertawa. Kalimat itu seakan-akan membuatku agak jengkel. Tapi semua itu tak ku jadikan permasalan, akan tetapi ku jadikan pembelajaran saja. Karena dalam wawancara kita harus menjadikan narasumber kita sebagai raja. Tentunya kita harus bisa mengontrol emosi kita.
            Selain mewawancarai bapak Septiarso. Kita juga sempat mewancarai pengunjung Gua Maria Kerep Ambarawa itu. Dari pengunjung yang beragama katolik yang melakukan ibadah di tempat itu, sampai pengunjung muslim yang mengunjunginya sekedar untuk berwisata saja.
            Selesai acara hunting kami pun kembali ke Masjid Agung lagi. Disanalah kami mulai menulis hasil-hasil laporan yang kita dapat dari wawancara. Akan tetapi semua itu tak semudah yang aku bayangkan. Berulang kali aku mengeditkan kepembimbing, dan selalu ada kesalahan. Samapi-sampai dalam membuat kolom yang sudah aku buat sejak ba’da magrib, ternyata sampai pada pukul 9 malam aku editkan dan hasilnya aku disuruh buat lagi dengan judul lain. Memang disini benar-benar melatih kesabarann dalam hal menulis. Semua hasil pencapaian yang luar biasa  tak akan tercapai tanpa sebuah jerih payah terlebih dahulu.
            Itulah sebagian kisahku di kota Ambarawa ini. Ambarawa, kini akan menjadi kota yang penuh dengan kenangan bagiku. Sebuah kota dengan banyak ragam peninggalan sejarah yang tak habis termakan oleh zaman. Mulai dari peninggalan-peninggalan yang terdapat di museum palagan sampai museum kereta api yang awalnya adalah stasiun. Juga tak ketinggalan berbagai agama yang campur baur di dalamnya. Seakan menunjukan sebagai kota yang memiliki toleransi beragama yang begitu tinggi. semua itu akan memiliki cerita panjang dan sejarah tersendiri bagi kota Ambarawa, kota penuh kenangan.

Senin, 23 Februari 2015 0 komentar

Bersuara Tanpa Anarkis



Bersuara Tanpa Anarkis
Oleh: Muhammaf Fakhrur Riza

            Dewasa ini istilah demonstrasi sudah tidak asing lagi bagi mahasiswa. Demo seakan sudah menjadi sarana utama dalam menyuarakan aspirasi. Akan tetapi, dalam kenyataan saat ini demo seakan telah tercerai dari tujuan sesungguhnya. Demonstrasi yang kerap dilakukan oleh mahasiswa seringkali diwarnai aksi anarkis belaka. Ironis, karena kini mahasiswa sudah tak peduli lagi dengan tujuan dari demo itu sendiri.Justru yang terjadi sebaliknya, aksi-aksi bernada emosionallebih kerap mendominasi.
            Melihat fenomena yang ada, hemat saya upaya revolusi mental dalam aksi-aksi demonstrasi yang kerap dilakukan oleh mahasiswa menjadi target prioritas. Hal itu dapat diupayakan melalui dua strategi pertama, kita perlu mengembalikan aksi demonstrasi pada tujuan awalnya. Merubah mindset mahasiswa yang kerap menjadikan demo sebagai ajang pertunjukan anarkis menuju demo yang sehat. Aksi demo yang sesuai dengan aturan dan etika dalam menyampaikan aspirasi. Penyampaian aspirasi yang sesuai aturan dan etika tentu akan lebih ditanggapi dengan baik oleh pihak yang bersangkutan. Sehinggaaspirasi yang disampaikanpun tak hanya menjadi angin lewat saja.
            Kedua,kita perlu menyadarkan mahasiswa bahwa aksi demonstrasi tak melulu dilakukan dengan aksi turun ke jalan. Sesungguhnya menyampaikan aspirasi melalui tulisan juga bisa menjadi solusi. Aksi ini lebih mencirikan mahasiswa sebagai kaum intelektual. Contohnya kritikan politik melalui puisi yang sering dilakukan tokoh bangsa Mustofa Bisri (Gus Mus-red). Dengan mengubah cara berfikir yang demikian, menjadikan mahasiswa lebih intelektual dan kritis dalam menanggapi problematika yang ada.
 
;