Senin, 13 Juni 2016 0 komentar

Tantangan Pembentukan Rayon Baru



Doc. Internet

Jurusan Tadris FITK telah resmi menjadi fakultas Saintek, ini menandakan PMII Komisariat Walisongo Semarang agar membentuk rayon baru. Hal ini harus dilakukan mengingat kebutuhan yang berbeda dari tiap fakultas, serta persiapan matang demi menajwab tantangan yang akan dihadapi. Selain itu, pembentukan rayon baru disini diharapkan tidak menjadikan sekat antara kedua rayon setelah terbentuk.

            Pada tahun 2015 lalu, telah santer diperbincangkan terkait konversi  Institut Agama Islam Negeri (IAIN) ke Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang. Hal inilah yang mendasari pihak kampus mulai membuka fakultas-fakultas baru demi memenuhi standar UIN yang ditentukan. Salah satu fakultas yang dimunculkan yaitu Fakultas Sains dan Teknologi (Saintek), dimana di dalamnya terdapat jurusan yang pada awalnya berlatar belakang dari Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK). Jurusan itu seperti Pendidikan Matematika, Pendidikan Fisika, Pendidikan Biologi, dan Pendidikan Kimia, yang semuanya berlatar belakang pendidikan.
Sesuai AD/ART PMII
Berpisahnya jurusan ini kemudian berdampak pada Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Rayon Abdurrahman Wahid untuk membentuk rayon baru di fakultas Saintek. Terkait pembentukan rayon baru ini juga sesuai dengan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PMII pasal 17 poin 1, 2 dan 3 terkait Pengurus Rayon. Disitu dijelaskan bahwa Pengurus Rayon dapat dibentuk di setiap fakultas atau setingkatnya, Pengurus Rayon sudah dapat dibentuk di tempat yang dianggap perlu oleh Pengurus Komisariat apabila telah memiliki sekurang-kurangnya 10 anggota, serta Pengurus Rayon dianggap sah apabila telah mendapat pengesahaan dari Pengurus Cabang.
Berdasarkan apa yang disebutkan dalam AD/ART PMII tersebut, sah-sah saja bila pembentukan rayon baru ini dilakukan. Karena melihat dari segi adanya fakultas baru, Sumber Daya Manusia atau lebih tepatnya disini anggota, serta persetujuan dari pengurus yang berwenang akan keputusan pembentukan rayon baru ini tidak ada yang menyalahi aturan AD/ART.
            Tidak dapat dipungkiri, bahwa pembentukan rayon disini dianggap sangat perlu mengingat kebutuhan yang berbeda pada tiap fakultas, di FITK tentu fokus kajiannya pada bidang pendidikan. Sedangkan di fakultas Saintek fokus pada Sains serta teknologi. Tentu hal ini tidak mampu disamakan ketika kita menyusun arah gerakan pada rayon kedepan.
Menjawab Tantangan
            Kebutuhan yang berbeda pada rayon baru di fakultas Saintek menjadi tantangan tersendiri untuk disikapi. Fakultas Saintek yang terfokus pada kajian sains dan teknologi ini haruslah mampu menyikapi segala permasalahan yang ada di dalamnya. Seperti pada realitanya, mahasiswa Saintek selalu dihadapkan dengan praktikum-praktikum serta penelitian-penelitian dalam perkuliahan mereka.
            Hal ini menjadikan ranah gerakan yang mereka hadapi bukan lagi seperti di FITK, yang kajiannya lebih pada ranah pendidikan, sosial, dan filsafat. Namun, setelah rayon baru ini terbentuk mereka harus mampu menjawab persoalan dengan membangun paradigma sains dalam fokus pergerakannya. Sehingga, pembentukan rayon baru disini bukan hanya tuntutan adanya fakultas baru saja, namun lebih pada bagaimana kita mampu membentuk kapasitas kader sesuai yang apa mereka geluti.
Tetap Satu Kultur
            PMII Adurrahman Wahid telah menjadi bagian utama dalam pergerakan mahasiswa di FITK. Dengan mengusung nama Abdurrahman Wahid yang dirintis pada periode kepengurusan 2013-2014, diharapkan para kader PMII di FITK mampu meneladani sosok Gus Dur dalam ranah pergerakannya.
            Kemudian, jika pembentukan rayon baru di fakultas Saintek ini terlaksana, apakah cita-cita awal untuk meneladani Gus Dur disini tidak dilanjutkan kembali? tentu saja tidak. Pembentukan rayon baru disini hanyalah untuk memenuhi kebutuhan dalam ranah pergerakan, serta kebutuhan yang dihadapi pada fakultas Saintek. Jadi, secara kultural disini, baik itu FITK maupun Saintek harapannya tidak menjadikan penyekat antara kedua rayon tersebut setelah terbentuk. Sehingga, rayon baru di fakultas Saintek ini akan mampu terlaksana lebih maksimal atas sokongan bersama.

Oleh: Muhammad Fakhrur Riza

*Pernah dimuat di buleti Kosmopolit edisi 10 LKaP PMII Abdurrahman Wahid 
 
Kamis, 09 Juni 2016 0 komentar

Dari kekecewaan, Hingga Pemahaman Tentang “Zuhud”



                 
Dok. Internet
                Begitu cepat berlalu hari demi hari, kini sudah memasuki hari keempat bulan ramadhan. Saya masih mencoba untuk tetap istiqomah menulis. Semoga pembiasaan ini akan tetap berlangsung, sehingga cita-citaku untuk nerbitin buku bisa terwujud amin,. Hehe (kok malah curhat gini, sorry bray,. Tapi emang curhatan kok ya :D ).
                Oke langsung sajalah, hari ini akan ku certikan apa yang ku dapat serta yang ku alami. Pertama, saya merasa kecewa ni bray dengan tugas media pembelajaran tadi. Soalnya, saya yang sudah merasa bagus dalam membuat media pembelajaran ini malah mendampat komenan kurang memuaskan. Begitu juga dengan nilai yang kelompok kami dapat (saya satu kelompok bersama Lala dan Miftah). Tadi pagi-pagi sudah telat ketika kuliah bahasa inggris, langsung kebut buat media pembelajaran, eh hasilnya malah gini. Hem,,. mungkin penjelasannya saja ya tadi yang kurang maksimal. Karena ketika lihat kelompok lain yang cuman medianya gambar saja aja dapet nilai di atasku malah. Walah,,. Pye tho pak dosen,. Gak tau apa sudah susah-susah buat kok ya,,. :(
                Ah sudahlah itu hanya luapan kekecewaanku saja, medianya juga saya buang aja tuh. Oke lanjut ke cerita keduanya, sore harinya saya lanjut ngaji kitab kuning di masjid kampus 3. Disana walaupun saya telat dan ketika disitupun penjelasan dari bapak Hamdani Mun’im juga kurang begitu jelas ku dengar. Namun, disini saya mendapat sedikit poin pelajaran tentang sebuah makna “Zuhud”.
                “Zuhud” sekarang ini sering disalah artikan oleh banyak orang. Mereka menganggap orang zuhud adalah orang yang tidak suka akan hal dunia dan hanya mementingkan akhirat. Tentunya hal ini sangatlah salah. Lihat kembali ke masa sahabat seperti Abu Bakar dan Utsman adalah contoh orang zuhud. Mereka dengan harta yang berlimpah, namun tetap mampu menyeimbangkan antara kebutuhan dunia dan akhiratnya. Mereka juga tidak di perbudak oleh harta itu sendiri. Contoh lain seperti Syaih Abdul Qodir Jaelani juga sosok yang memiliki harta namun beliau tetaplah zuhud.
                Jadi, dapat diambil kesimpulan bahwa zuhud bukanlah orang yang hanya memikirkan akhirat saja, namun mereka yang mampu meletak sesuatu, menggunakan sesuatu sesuai kebutuhannya. Semisal seseorang naik mobil cerry, jezz, ataupun Alpart sekalipun, dia masih tetap merasa biasa saja. karena dia menggunakannya sesuai kebutuhan , tidak peduli mewah tidaknya barang tersebut. Selain itu, seseorang zuhud tidak akan diperbudak oleh harta, dalam artian sangat tergila-gila oleh harta yang bersifat duniawi. Atas dasar itu semua semoga saja di bulan nan suci ini kita selalu diberi keimanan dan ketaqwaan pada Allah SWT, serta menjalankan ibadah-ibadah lebih maksimal. Amin,,.

Cukup sekian ceritaku hari ini,. terimakasih :)

#Keempat Bulan Ramadhan 1437 H
Rabu, 08 Juni 2016 0 komentar

Membongkar Sejarah yang Dibungkam



               
Diskusi Film Pulau Buru // Dok. Aliansi Mahasiswa
                Hari ini saya sedikit bercerita lagi, tepatnya di hari ketiga bulan ramadhan kali ini. Suatu pembelajaran yang berharga, tentang sebuah kisah orang-orang terdahulu. Lewat diskusi yang diselenggarakan oleh aliansi mahasiswa pro demokrasi, dengan mengangkat tema “bedah film Pulau Buru” tepatnya di Parkiran Racana Kampus 2 UIN Walisongo semarang.
                Suasan diskusi kali itupun cukup panas dan bisa dibilang mencekam. Pemutaran film yang sebenarnya mendapat tentangan dari pihak birokrasi, namun dengan dukungan banyak elemen membuat diskusi tetap berlangsung. Kala itu turut hadir bapak wakil rektor, Suparman yang awalnya terjadi persetegangan dengan penyelenggara tapi pada akhirnya beliau terbuka juga akan terselenggaranya diskusi kali ini.
                Dari beberapa konflik tentang penyelenggaran diskusi kali ini, menurutku hanyalah sebatas kelatahan akan isu yang beredar saja tentang komunis akhir-akhir ini. Kemudian atas dasar itulah pihak birokrasi mungkin mengkhawatirkannya. Walaupun pada realitanya diskusi semacam inilah memang harus terselenggara.
                Kita sangat ingat semboyan yang digembar-gemborkan bapak plokamator Ir. Soekarno, bahwa “jangan sekali-kali melupakan sejarah” (Jas Merah). Disini sangat begitu jelas, diskusi yang diselenggaraka dengan maksud untuk meluruskan sejarah ini jelaslah sangat perlu. Sehingga harapannya tidak terjadi lagi penyelewengan ataupun manipulasi sejarah di negeri ini.
                Pulau buru dengan segala kisahnya, telah banyak mengukir ketidakadilan negeri ini. Bapak Eko menjadi sosok nyata yang mengalami pedihnya penyiksaan di Pulau buru, yang dibilangnya sebagai pulau yang sangat aneh karena banyaknya hal-hal buruk didalamnya.
                Penyalah artian akan arti komunisme, orang kiri dan lain sebagainya. Seakan tiada henti sampai saat ini. Jika Soekarno pada masa itu sudah sadar betul akan kejadian di Pulau Buru lewat pidato-pidatonya. Selain itu, sosok guru bangsa kita, KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur) juga pada masa kepemimpinannya sempat membongkar tragedy 65 dan segala pembantaian yang terjadi. Saya rasa kita sebagai generasi bangsa tidak sepatutnya akan terus berlarut-larut akan kebohongan-kebohongan yang telah meracuni negeri ini.
                “Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia”, sudah sangat jelas sekali tercantum pada dasar negera kita “ PANCASILA”. Namun, kenyataannya masih banyak orang yang pada masa-masa itu hidup tertindas, tersiksa, dan teraniaya oleh bangsanya sendiri. Hal ini pastilah sangat memilukan, jika kita tahu apa yang sesungguhnya telah terjadi. Keadilan begitu perlu kita junjung tinggi, nilai-nilai kemanusiaan serta peradaban yang harus terus kita jaga. Meluruskan sejarah yang sesungguhnya sepatutnya menjadi PR penting bagi kita semua yang mengaku warga negara INDONESIA. Karena Negara Kesatuan  Republik Indonesia (NKRI) adalah harga mati!

#HariKetiga Bulan Ramadhan 1437 H
0 komentar

Jalani Dulu (setel Mangkat)



              
dok.internet
  Masih dengan ceritaku di bulan puasa ini, tepatnya di hari kedua. Saya mendapat pelajaran yang menurutku cukup berharga, yaitu tentang keikhlasan. Mungkin sebagian orang beranggapan ikhlas adalah urusan hati, dan sering kali ketika kita bertindak apapun yang berlatar belakang paksaan ujung-ujungnya pasti ada tanggapan “ ikhlas gak?” kalimat itulah yang terkadang membuatku jenuh.
                Kata-kata seperti itu saya rasa tak usah lah diungkapkan, toh sudah tau kan kalau ikhlas yang katanya urusan hati. Tapi, kalau dipikir- pikir terkadang aku juga enggak tau, apakah tiap kali saya melakukan sesuatu atas dasar ikhlas atau paksaan? Hem,,. Entahlah
                Tapi okelah, akhirnya disini saya dapet pelajaran tentang hal itu. Hari ini saya disuruh bapak dari temen saya yang sempat meminjam motor ku untuk pergi ke jepara pagi-pagi guna kesaksian kejadian kecelakaan temanku. Tentu dalam kondisi puasa dan jarak tempuh jauh membuatku agak males ketika harus mengiyakan perintah beliau. Namun, apa dikata hati nurani saya tetap berbicara, ntah itu dibilang ikhlas atau tidak urusan belakangan. Dan akhirnya saya tancap gas ke lokasi tepatnya di Polres Jepara.
                Sesampai disana, saya merasa ada kepuasan tersendiri walaupun ada sedikit kejanggalan karena rasa capek harus jauh-jauh ke jepara dan motorku yang sebenarnya juga dirugikan karena kecelakaan. Tapi dari hal itu saya sadar, bahwa keikhlasan bukanlah ukuran yang terlihat seketika. Akan tetapi keikhlasan pun bisa hadir ketika kita sudah menjalani apa yang hendak kita lakukan. Hemat saya, jalanilah apa yang akan kita lakukan, masalah ikhlas tidak ikhlas hanyalah Allah SWT yang maha tahu. Tetep setel mangkat bro,,. :D
               
 Sekian Terimakasih untuk hari ini :)

#HariKedua Bulan Ramadhan 1437 H
 
;